Kaesang Pangarep dan Erina Gudono dijadwalkan melangsungkan akad nikah di Pendopo Royal Ambarrukmo Sabtu 10 Desember 2022, Sebelum itu, mereka akan segera menjalani prosesi siraman dan midodareni. Meski sama sama orang Jawa, Kaesang dan Erina akan melakukan prosesi siraman yang berbeda.
Sebab, keduanya berasal dari dua wilayah berbeda. Kaesang dari Solo. Sedangkan Erina dari Yogyakarta. "Yang di Jogja, (adat) Jogja, yang di Solo, (adat) Solo. Siraman saya pakai Solo, midodareni saya juga pakai Solo. Dari keluarga Erina Jogja. Prosesi nanti akad terus panggih, setelah itu resepsi kecil untuk foto foto yang hadir di sini (Pendopo Royal Ambarrukmo), kan kebetulan juga cuma hanya 150 undangan di sini," kata Kaesang Pangarep. Apa bedanya Siraman Yogyakarta dan Siraman Solo?
Dalam adat Jawa, pernikahan terbagi menjadi dua yakni Keraton Surakarta, Solo dan pernikahan adat Keraton Yogyakarta. Seperti yang dilakukanKaesangPangarepdanErinaGudono, karena keduanya berasal dari dua kota berbeda, maka pasangan ini pun harus mengikuti adatnya masing masing. Memang secara garis besar prosesi upacaranya terlihat sama.
Namun, sara dan rinciannya pun bisa sepenuhnya tidaks sama. Seperti halnya, siraman yang akan digunakan Kaesang danErinaGudonopada 9 Desember 2022. Pada posesi siraman yang akan dilakukanKaesangPangarepdiSolo, ternyata berbeda dengan Erina.
Sedangkan padaadatKeratonYogyakartasiraman berjumlah tujuh yang memiliki makna pitulung yang artinya dapat memberikan pertolongan. Pada prosesiadatKeratonSurakarta, setelah upacara siraman selesai dilanjut dengan upacara dodol dawet. Dodol dawet ini artinya jual dawet yang merupakan simbol dari kata kemruwet, bermakna agar pada saat pesta pernikahan jumlah tamu yang hadir akan banyak.
SementaraadatKeratonYogyakarta, hampir sama tetapi ada tambahan seperti tarian edan edanan atau disebut dengan beksan edan edanan (tari gila gilaan) karena seolah olah tingkah penari layaknya orang gila. Tarian ini memiliki makna sebagai sarana untuk mengusir bala, roh bergentayangan yang akanmengganggu jalannya upacara panggih. Ada perbedaan mencolok lainnya ketika malam midodareni dalam adat Solo dan Yogyakarta.
Seperti pernikahan adat Jawa Solo ini saat Malam Midodareni ada tradisi yang dinamakan ‘upacara jual beli kembang mayang’. Sedangkan untuk pernikahanadatJawaYogya, kembang Mayang sudah dipersiapkan sejak sore sebelum dilakukanya acara Malam Midodareni. Kemudian, perbedaan lainnya bisa ditemui pada pelakasanaan Panggih.
Untuk upacara lempar sirih pada pelaksanaan panggih pernikahanadatJawaSolodilakukan satu kali pelemparan saja. Dalam pernikahan adat jawa Yogya mempelai pria harus melempar 4 sirih, dan mempelai perempuannya melempar 3 linting daun sirih. Siraman juga dimaknai secara simbolik bahwa pengantin bertekad untuk berperilaku, bertindak, dan bertutur kata yang bersih dan baik selama menjadi suami sitri.
Adapun tata cara siraman pertama adalah menyiapkan air kembang setaman yang digunakan untuk menyiram kedua mempelai. Biasanya, air yang digunakan juga berasal dari beberapa tempat yang berbeda. Selanjutnya, calon pengantin yang sudah mengenakan busana siraman akan dijemput kedua orangtuanya dari kamar.
Calon pengantin akan dituntun untuk ke tempat siraman, yang diiringi para sanak saudaranya. Setelah kedua calon pengantin siap di tempatnya, acara akan diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh setempat. Kemudian siraman dimulai. Adapun yang pertama kali menyiramkan air adalah bapak pengantin, kemudian ibunya, lalu diikuti oleh orang orang yang dituakan.
Pihak terakhir yang menyiram biasanya adalah juru rias atau sesepuh yang telah disepakati. Pada siraman terakhir, kedua calon pengantin akan dikeramasi dengan beberapa piranti atau ubarampe, yaitu landha merang, santen kanil, air asam. Calon pengantin juga diluluri tubuhnya dengan konyoh, lalu disiram air lagi hingga bersih.
Acara berikutnya adalah doa bersama, kemudian ditutup dengan penyiraman air kendi yang telah disiapkan kepada calon pengantin. Masyarakat Jawa mengenal berbagai macam adat istiadat yang masih dilestarikan dan dijalankan hingga saat ini. Salah satuadatJawayang masih bertahan adalah upacara siraman yang biasa dilakukan sebagai bagian dari upacara pernikahan.
Upacara siraman dilaksanakan sebelum prosesi pernikahan atau ijab kabul dilaksanakan. Biasanya siraman dilakukan antara jam 10.00 atau 15.00 WIB. Dalam upacara siraman, kedua mempelai akan disiram atau diguyur air yang dicampur dengan beraneka ragam bunga. Siraman dilakukan sebelum akad nikah atau ijab kabul dilaksanakan.
Masyarakat Jawa memiliki ketentuan tersendiri, yaitu melaksanakan siraman antara jam 10.00 atau 15.00. Penentuan jam tersebut bukan sembarangan. Jam 10.00 dan jam 15.00 dipercaya merupakan waktu saat bidadari turun ke sungai untuk mandi.
Dengan melakukan siraman pada jam jam yang bersamaan dengan mandinya bidadari itu, pengantin wanita diharapkan bisa menjadi cantik seperti bidadari. Selain tujuan dari penentuan waktu tersebut, siraman juga memiliki tujuan luhur dari pelaksanaannya. Adapun tujuan siraman sendiri adalah memohon berkah dan rahmat Tuhan agar kedua mempelai dibersihakan dari segaka keburukan.
Dengan siraman, kedua calon pengantin juga diharapkan mendapat tuntunan selama mengarungi bahtera rumah tangga. Dalam upacara siraman terdapat beberapa piranti atau ubarampe yang harus disiapkan. Masing masing ubarampe siraman itu tidak sembarangan, mereka memiliki makna filosofis yang mendalam.
Berikut beberapa makna ubarampe siraman: Air Siraman Air siraman disebut juga dengan banyu peritosari. Air siraman merupakan air yang dicampur dengan bunga setaman, yaitu mawar, melati, dan kenanga. Sumber air bisa memilih salah satu dari: 7 sumber air berbeda, air keraton, air tempuran dua aliran sungai, atau sumur sumur tua.
Adapun sumber air dari 7 tempat yang berbeda ini melambangkan harapan hidup untuk saling menolong. Tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu, yang kemudian dimaknai dengan saling pitulungan atau saling tolong menolong. Kembang atau bunga setaman yang biasa digunakan adalah mawar, melati, dan kenanga. Ketiganya merupakan bunga yang terkenal harum baunya.
Maksud dari penggunaan kembang setaman ini adalah agar keluarga yang dibina senantiasa keharuman dari para leluhur. Harum bagi masyarakat Jawa bermakna diberkahi, direstui, sehingga keluarga yang dibina tidak menemui ringtangan yang besar. Bunga melati melambangkan ketulusan yang luar biasa. Melati dimaknai dengan "rasa melas saka jero ati", atau kasih sayang dari dalam hati.
Bunga kenanga dimaknai dengan kata “keneng a” atau gapailah. Maknanya, calon pengantin diharapkan bisa menggapai keluhuran budi para pendahulu. Sementara mawar dimaknai dengan kata “mawi arsa” yaitu memiliki kehendak atau niat.
Bahwa pengantin harus memiliki ketulusan niat dalam membina rumah tangga. Beberapa ubarampe siraman lain seperti gayung dari batok kelapa dimaknai agar kedua mempelai memanfaatkan hasil alam secara bijaksana. Lalu ada kendi yang dipecahkan, yang bermakna pengantin siap menikah dan membina rumah tangga dengan baik.
Selain itu juga ada makanan yang disajikan saat upacara siraman seperti nasi tumpeng, bubur ketan 5 warna, pisang raja, dan sebagainya. Masing masing makanan itu juga memiliki makna filosofis yang mendalam, dan harapan kebaikan bagi kedua calon pengantin. Artikel ini merupakan bagian dari
KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.