Sektor perdagangan China pada November turun ke level terendah sejak awal pandemi Covid 19, menggarisbawahi kerugian ekonomi yang besar dari kebijakan 'nol Covid' Beijing. Berdasarkan data yang dirilis oleh Bea Cukai China pada Rabu (7/12/2022), aktivitas impor mengalami penurunan sebesar 10,6 persen tahun ke tahun, sementara aktivitas ekspor juga turun sebesar 8,7 persen. Adapun, kemerosotan perdagangan juga menandai penurunan impor dan ekspor tertajam sejak Februari dan Mei 2020.
Data tersebut muncul setelah aktivitas manufaktur China menyusut pada bulan lalu karena meningkatnya kasus infeksi Covid 19, yang mendorong pihak berwenang setempat untuk memberlakukan pembatasan baru di kota kota besar termasuk Shanghai, Beijing, dan Chengdu. Seperti diketahui, strategi penguncian, pengujian massal, dan penutupan perbatasan China telah mengacaukan rantai pasokan dan membuat konsumen tetap di rumah, sementara kekhawatiran akan resesi di Amerika Serikat dan Eropa telah mengurangi permintaan luar negeri untuk produk China. Dilansir dari Aljazeera, perekonomian China diperkirakan akan tumbuh sekitar 3 persen pada 2022, jauh di bawah target pemerintah sebelumnya sekitar 5,5 persen dan peringkat di antara kinerja terburuk negara itu dalam beberapa dekade.
Menyusul aksi protes besar besaran terhadap pembatasan ketat Covid 19, Beijing akhirnya mulai melonggarkan beberapa pembatasan. Namun, para analis telah memperingatkan bahwa pembukaan kembali yang cepat tidak mungkin terjadi karena cakupan vaksinasi yang buruk di negara itu, terutama di kalangan lansia. Lantas, Beijing memutuskan untuk meluncurkan rencana untuk memvaksinasi jutaan orang China berusia 70 an dan 80 an.
Menurut Komisi Kesehatan Nasional, hanya sekitar 40 persen orang China berusia di atas 80 tahun yang telah menerima vaksin dosis ketiga, jauh lebih sedikit daripada di negara lain.